Masih kusimpan kelopak bunga itu.
Yang dulu kau sisipkan di balik halaman buku, bersama catatan kecil yang kini mulai pudar tintanya.
Bunganya telah kering, warnanya mulai memudar, tapi entah kenapa aku tak pernah bisa membuangnya.
Mungkin karena ia adalah satu-satunya hal yang tak meninggalkanku, setidaknya secara fisik.
Lucu, ya?
Sesuatu yang mati, justru lebih setia tinggal dibanding yang masih hidup.
Aku tak lagi menangisinya, tapi juga belum bisa merelakannya.
Seperti menyimpan luka dalam bentuk paling estetis, agar sakitnya tak terlalu tampak bagi mata yang lain.
Kau tahu?
Setiap kali kutemukan kelopak itu, aku seolah dihadapkan lagi pada versi diriku yang masih kau cintai, dan itu rasanya asing sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar